Permasalahan sampah menjadi salah satu isu besar yang harus diselesaikan oleh seluruh negara di dunia. Permasalahan sampah yang menjadi sorotan adalah permasalahan sampah polimer yang tidak dapat terdegradasi secara biologis. Setiap tahunnya tercatat sekitar 150 juta ton sampah polimer yang diproduksi di seluruh dunia. Pengembangan polimer yang dapat terurai langsung dengan memanfaatkan sinar UV matahari (biodegradable) menjadi salah satu solusi karena dinilai sangat ramah lingkungan. Penelitian lebih lanjut mengenai polimer ini memberikan penjelasan bahwa sinar UV hanya bekerja dalam kondisi kering dan ketika polimer tersebut memiliki kandungan air yang cukup tinggi maka akan tetap dalam bentuk polimer hingga kedalam sistem molekular (Jakubowicz, Ignacy. 2013). Penelitian mengenai kandungan polimer dalam tubuh ikan laut menjadi salah satu bukti bahwa polimer biodegradable sintesis tidak terurai secara sempurna. Hasil penelitian menunjukan angka yang fantastis dimana 28% ikan di laut makasar mengandung polimer dan spesies lainnya sekitar 55% dari sampel positif mengandung polimer dalam ukuran mikro (Richman, Chelsea M., dkk. 2015). Dengan demikian, polimer sitesis dengan memanfaatkan material biodegradable sintesis belum sepenuhnya menjawab permasalahan sampah. Permasalahan ini juga menjadi salah satu tantangan yang harus dijawab oleh cabang ilmu fisika yang juga menggali dan mengoptimalkan material alam untuk dapat menyokong kehidupan manusia sekarang dan dimasa yang akan datang. Dengan fokus pengembangan secara karakteristik fisis, biodegradable alami adalah harapan untuk menyelesaikan permasalahan biodegradable sintesis yang ada.
Pengembangan bahan/material yang berpotensi untuk mengatasi kekurangan polimer biodegradable sintesis adalah dengan mamanfaatkan polimer alami yang berasal dari tumbuhan yang memiliki karakteristik monomer. Salah satunya yaitu umbi ganyong yang mengandung kadar amilosa yang cukup tinggi dan berpotensi dijadikan sebagai edible film biopolimer alami yang memiliki karakteristik menyerupai polimer umumnya karena kadar amilosa yang tinggi yaitu mencapai 84,34% (BP Provinsi Jawa Timur dan FTP-UNEJ. 2001). Pembuatan biopolimer dari serat ganyong diawali dengan membuat nata atau bioselulosa. Nata atau bioselosa merupakan bahan yang sangat unik karena selulosa yang dihasilkan bebas lignin, memiliki sifat mekanis yang tinggi dan tidak merusak lingkungan sehingga dapat menggantikan polimer sintetik yang saat ini banyak digunakan.Keberadaan komoditas ganyong sebagai umbi-umbian yang berpotensi untuk dijadikan sebagai biopolimer cukup meyakinkan di Indonesia. Hal ini karena masih minimnya pemanfaatan ganyong sebagai produk olahan pangan. Hal ini berbeda dengan komoditas singkong yang pemanfaatannya sudah cukup optimal terutama sebagai bahan pangan. Sehingga pemanfaatan ganyong sebagai bahan dasar pembuatan biopolimer akan dapat meningkatkan nilai jual dari ganyong dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membudidayakan ganyong dalam skala industri.Berkaitan dengan bahan dasar ganyong memiliki kandungan gizi berupa karbohidrad 84,34%, protein 0,44%, lemak 6,43%, serat kasar 0,04%, amilosa 28%, air 7,24% dan abu 1,37%. Dengan kadar amilosa yang cukup besar maka untuk proses biopolimer akan lebih optimal dilakukan dengan temperatur yang berkisar diantara 50-700C. Selanjutnya tumbuhan ganyong yang belum dimodifikasi memiliki karakteristik fisis berupa kadar air yang rendah yaitu sebesar 11,68% dan ukuran granula 20-50 µm dengan persentase bagian yang dapat dikonsumsi sebesar 68% (Yuwono, 2015).Studi yang dilakukan mengenai kemampuan fisis edible film berbahan dasar pati dan serat ganyong yang dikombinasi dengan plasticizer gliserol dan sorbitol menunjukan analisis mekanis sebagai berikut:Tabel 1. Hasil Uji edible film Ganyong
No | Nata | Suhu (oC) | Ketebalan | Sifat |
1 | Pati | 80 | << 0,5 mm | Sangat Rapuh |
2 | Pati | 80 | << 0,5 mm | Sangat Rapuh |
3 | Serat | 80 | < 0,5 mm | Sangat Rapuh |
4 | Serat | 60 | < 0,5 mm | Rapuh |
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan terlihat bahwa potensi ganyong sebagai bahan pembuatan biopolimer cukup menjanjikan. Hasil studi yang dilakukan pada tabel 1 menunjukan kemampuan edible film dari ganyong cukup untuk kategori pembungkus makanan dodol kacang. Berdasarkan hasil ini, ganyong berpotensi untuk dikembangkan menjadi biopolimer yang sepenuhnya ramah lingkungan. Optimalisasi dapat dilakukan dengan memperbaiki stuktur mekanik sehingga menghasilkan biopolimer dengan kemampuan sebagaimana polimer sintesis pada umumnya. Penggunaan gliserol dan sorbitol didasari bahwa semua merupakan bahan yang bisa dikonsumsi sehingga tidak akan berbahaya bagi tubuh. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa kemampuan mekanis yang dimiliki oleh biopolimer bervariasi sesuai dengan kadar plasticizer yang diberikan (Hidayati, S., dkk. 2015). Berdasarkan hasil penelitian Anas dkk (2012) memberikan hasil bahwa struktur mekanis biopolimer dari 1000 gram Canna edulis memiliki tingkat kuat putus dan persen elongasi yang baik dengan struktur yang rapi, rata dan teratur.Pembuatan biopolimer secara pabrikasi dapat dilakukan dengan metode yang sama untuk pembuatan polimer sintesis biodegradable pada umumnya. Hanya saja untuk pembuatan biopolimer alami harus menyesuaikan dengan karakteristik atau sifat dasar dari bahan yang digunakan. Hal ini berkaitan polimer yang dihasilkan nantinya. Sebagai contoh, untuk beberapa bahan plasticizer gliserol dan sorbitol membutuhkan teknik pencampuran tersendiri agar nata dapat dicetak secara optimal dan seluruh bagian dari biopolimer memiliki karakteristik mekanik yang seragam.Berkaitan dengan peluang pembuatan biopolimer berbahan dasar ganyong, dapat menjadi salah satu pilihan dan metoda untuk menyelesaikan permasalahan terkait sampah polimer. Aspek positif degan memanfaatkan biopolimer berbahan dasar ganyong dan plasticizer gliserol dan sorbitol adalah: 1) mengurangi tingkat pencemaran lingkungan terutama dari polimer sintetik yang sangat sulit terurai, 2) semua bahan yang digunakan untuk membuat biopolimer merupakan bahan-bahan yang bisa dimakan sehingga ketika biopolimer terurai kedalam ukuran mikro dan dikonsumsi oleh biota-biota laut tidak akan berdampak buruk pada kesehatan manusia, 3) dapat digunakan sebagai pembungkus makanan basah dan bahan makanan di supermarket dengan tidak memberikan efek samping berupa perpindahan molekul polimer, 4) dapat dijadikan pengawet makanan sementara karena biopolimer berbahan dasar ganyong bersifat selektif terhadap oksigen dan dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan menghalangi rekasi oksidasinya (Anggraini, dkk).Meskipun demikian, juga terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam membuat biopolimer berbahan dasar ganyong. Hambatan-hambatan yang muncul diantaranya ketersediaan bahan dasar yaitu ganyong. Budidaya ganyong memerlukan lahan yang cukup gambut karena ganyong merupakan tanaman yang tergolong dalam umbi-umbian. Selain itu, untuk produksi dalam skala pabrik biopolimer murni belum mendapat perhatian yang cukup karena tahap keberhasilan yang masih cukup rendah, ditambah biaya produksi yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan pembuatan polimer berbahan sintetis ataupun biopolimer sintesis biodegradable.
Ketergantungan akan polimer sintetis dapat diatasi dengan beralih kepada penggunaan biopolimer. Pemilihan bahan dasar untuk pembuatan biopolimer alam menjadi tantangan untuk mengoptimalkan segala bentuk bahan alam yang ada. Ketersediaan komoditas ganyong dari golongan umbi-umbian dengan kadar amilum yang cukup tinggi berpotensi besar untuk dijadikan sebagai pembuatan biopolimer yang ramah lingkungan. Hasil pengujian skala kecil yang dilakukan menunjukan bahwa edible film yang dihasilkan memiliki karakteristik mekanis yang bagus untuk dijadikan bahan pembungkus makanan. Optimalisasi kandungan dan perbandingan komposisi plasticizer dapat menghasilkan material ramah lingkungan dengan jenis produk berupa biopolimer.
~ Artikel ini diikutsertakan dalam lomba Essai Mustanas IHAMAFI 2018 ~
Daftar Pustaka
Anas, A.K., dkk. (2012). Pengaruh Variasi Massa Umbi Ganyong (Canna edulis) pada Pembuatan dan Karakterisasi Polimer Biodegradable Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Umbi Ganyong. Prosiding Seminar Nasional, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta 2 Juni 2012
Anggarini, D., Hidayat, N., Mulyadi, A. F. (____). Pemanfaatan Pati Ganyong Sebagai Bahan Baku Edible Coating Dan Aplikasinya Pada Penyimpanan Buah Apel Anna. Jurnal Industria, Vol. 5, No.1, 1-12.
BKP Provinsi Jawa Timur dan FTP-UNEJ. (2001). Kajian Tepung Umbi-umbian Lokal sebagai Pangan Olahan. Jember: UNEJ
Hidayati, S., Zuidar, A. S. dan Ardiani, A. (2015). Aplikasi Sorbitol Pada Produksi Biodegradable Film Dari Nata De Cassava, Reaktor. Vol. 15, No.3, 196-204.
Jakubowicz, Ignacy. 2013. Kinetics of abiotic and biotic degradability of low-density poluethylene containing prodegradant additive and its effect on the growth of microbal communities. Polymer Degradation and Stability. 98 (5) page 919-928, doi: http://doi.org/10.1016/j.polymdegradstab.2011.0.031
Rochman, Chelsea M., Tahir, A., Williams, S.L., Baxa, D.V., Lam, R., Miler, J.T., Teh, F., Werolilangi, S., Teh, S.J. 2015. Antrophogenic debirs in seafood: Plastic debris and fibers from textiles in fish and bivalves sold for human consumption. Science Reports. 1-10 doi: http://doi.org/10.1038/srep14340
Yuwono, S.,S., 2015. Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.). Malang, Universitas Brawijaya. Tersedia di: http://darsatop.lecture.ub.ac.id/2015/05/umbi-ganyong-canna-edulis-ker diakses tanggal 22 agustus 2018 pukul 23.02 WIB